Gaya Kepemimpinan - Manajemen Kesehatan
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkah, rahmat dan hidayah-Nya jualah sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini sesuai waktu yang telah ditentukan dan dalam bentuk yang
sederhana.
Walaupun dalam penyusunan makalah ini kami menemui banyak kendala yang
dihadapi, namun bekat dukungan dan motivasi dari semua pihak sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul : “Gaya Kepemmpinan”
yang merupakan tugas mandiri dari guru pemimbing mata kuliah “Manajemen
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nani Hasanuddin Makassar,
Program Studi S1 Keperawatan Program B (Non-Reguler).
Tidak dapat dipungkiri bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat memangun dari pembaca
dengan senang hati kami terima. Akhir kata, semoga segala bantuan dan
kebaikan yang telah diberikan kepada kami merupakan amal baik di hadapan
Tuhan Yang Maha Esa dan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
dijadikan seagai salah satu pedoman bagi pembaca dalam meningkatkan
pemahaman dalam bidang “Organisasi” pada umumnya dan “Kepemimpinan” pada
khususnya.
Akhirnya kami memohon kepada Tuhan Yag Maha Esa semoga apa yang kita dapatkan bernilai ibadah disisi-Nya.
Makassar, 8 November 2010
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Batasan Masalah 4
BAB II PPEMBAHASAN
A. Definisi 5
B. Teori Kepemimpinan 6
C. Macam Gaya Kepemimpinan 14
D. Tipologi Kepemimpinan 22
E. Peran – Peran Pemimpin 26
F. Pemimpin Yang Efektif Pada Era Globalisasi 29
G. Perkembangan Tentang Kepemimpinan 31
H. Aplikasi Kepemimpinan Dalam Organisasi 33
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 37
B. Saran 38
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu: pemimpin sebagai subjek, dan.yang dipimpin sebagai objek.
Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur,
menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai
tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan
aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak
mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam
menjalankan ke-pemimpinannya.
Kepemimpinan muncul sejalan dengan peradaban manusia. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap masa.
Pemimpin mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian
sendiri yang khas, sehingga tingkah laku dan gayanya berbeda dari orang
lain.
Studi - studi mengenai sifat – sifat / cirri - ciri mula - mula mencoba
untuk mengidentifikasi karakteristik - karakteristik fisik, ciri
kepribadian, dan kemampuan orang yang dipercaya sebagai pemimpin alami.
Ratusan studi tentang sifat / ciri telah dilakukan, namun sifat-sifat /
ciri-ciri tersebut tidak memiliki hubungan yang kuat dan konsisten
dengan keberhasilan kepemimpinan seseorang. Penelitian mengenai sifat /
ciri tidak memperhatikan pertanyaan tentang bagaimana sifat / ciri itu
berinteraksi sebagai suatu integrator dari kepribadian dan perilaku atau
bagaimana situasi menentukan relevansi dari berbagai sifat / ciri dan
kemampuan bagi keberhasilan seorang pemimpin. Berbagai pendapat tentang
sifat – sifat / cirri - ciri ideal bagi seorang pemimpin telah dibahas
dalam kegiatan belajar ini termasuk tinjauan terhadap beberapa sifat /
ciri yang ideal tersebut.
Leader Participation Model menggambarkan bagaimana perilaku pemimpin
dalam proses pengambilan keputusan dikaitkan dengan variabel situasi.
Model ini menganalisis berbagai jenis situasi yang mungkin dihadapi
seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Penekanannya
pada perilaku kepemimpinan seseorang yang bersifat fleksibel sesuai
dengan keadaan yang dihadapinya.
Perubahan lingkungan dan pergeseran budaya telah mempengaruhi dinamika
kepemimpinan perempuan. Pada umumnya pemimpin perempuan cenderung
diberikan porsi pada organisasi perempuan dan sosial. Namun dengan
adanya globalisasi telah merubah paradigma kepemimpinan ke arah
pertimbangan core competence yang dapat berdaya saing di pasar global
oleh sebab itu banyak organisasi berkaliber dunia yang memberikan
kesempatan bagi perempuan yang mampu dan memenuhi persyaratan
kepemimpinan sesuai situasi dan kondisi sekarang ini. Hambatan bagi
kepemimpinan perempuan lebih banyak akibat adanya stereotipe negatif
tentang kepemimpinan perempuan serta dari mental (perempuan) yang
bersangkutan. Stereotipe-stereotipe tersebut muncul sebagai akibat dari
pemikiran individu dan kolektif yang berasal dari latar belakang sosial
budaya dan karakteristik pemahaman masyarakat terhadap gender serta
tingkat pembangunan suatu negara atau wilayah. Untuk menduduki posisi
kepemimpinan dalan organisasi di era global, perempuan perlu
meningkatkan ESQ dan memperkaya karakteristik kepemimpinannya dengan
komponen - komponen, antara lain pembangunan mental, ketangguhan pribadi
dan ketangguhan sosial serta menutupi agresivitasnya menjadi ketegasan
sikap, inisiatif, dan percaya diri akan kompetensinya.
Secara universal relatif sama yaitu setiap pemimpin diharapkan mampu
proaktif dan tidak otoriter. Di samping itu, terdapat pula beberapa
variasi sikap dan perilaku pemimpin di dalam kelompok budaya dan di
dalam Negara pada berbagai budaya atau Negara. Demikian pula terdapat
perbedaan sikap dan perilaku pemimpin pada Negara - Negara yang menganut
system nilai berbeda.
Pada era globalisasi, banyak terjadi perubahan dalam segala sendi
kehidupan masyarakat, terutama yang berhubungan dengan bidang ekonomi
perdagangan, industri, telekomunikasi dan informasi. Dalam masa post
modernism yang sekarang sedang kita jalani, perubahan paradigma
manajemen turut bergerak secara dinamis, dari paradigma manajemen klasik
hingga paradigma post modernis yang salah satunya diwakili oleh
learning organization dengan pengukuran kinerja balanced score card yang
memperhitungkan pula keterkaitan dengan lingkungan luar organisasi.
B. Batasan Masalah
Pada kesempatan ini penulis hanya membatasi masalah yang dibahas dalam makalah ini yaitu membahas tentang :
1. Bagaimana Gaya kepemimpinan pada tempat kerja?
2. Bagaimana ciri – ciri kepemimpinan tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Kepeimpinan disefinisikan oleh para pemikir sebagai berikut :
1. Menurut stoner kepemimpinan adalah sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan tugas.
Ada tiga implikasi penting dalam kepemimpian yaitu seagai berikut :
a. Kepemimpinan melibatkan orang lain (bawahan atau pengikut), kwalitas
seorang pemimpin ditentukan oleh bawahan dalam menerima pengarahan dari
pemimpin.
b. Kepemimpinan merupakan pembagian yang tidak seimbang diantara para
pemimpin dan anggota kelompok. Pemimpin mempunyai wewenang untuk
mengarahkan beberapa dari kegiatan anggota kelompok dan sebaliknya
anggota kelompok atau bawahan secara tidak langsung mengarahkan kegiatan
pimpinan.
c. Kepemimpinan disamping dapat mempengaruhi bawahan juga mempunyai
pengaruh. Dengan kata lain seorang pimpinan tidak dapat mengatakan
kepada bawahan apa yang harus dikerjakan tapi juga mempengaruhi
bagaimana bawahan melaksanakan perintah pemimpin.
2. Inu Kencana, 2003 Secara etimologi kepemimpinan berasal dari kata
dasar “pimpin” (lead) berarti bimbing atau tuntun, dengan begitu di
dalam terdapat dua pihak yaitu yang dipimpin (rakyat) dan yang memimpin
(imam). Setelah ditambah awalan “pe” menjadi “pemimpin” (leader) berarti
orang yang mempengaruhi pihak lain melalui proses kewibawaan kominikasi
sehingga orang lain tersebut bertindak sesuatu dalam mencapai tujuan
tertentu. Dan setelah ditambah akhiran “an” menjadi “pimpinan” artinya
orang yang mengepalai. Apabila dilrengkapi dengan awalan “ke” menjadi
“kepemimpinan” (leadership) berarti kemampuan dan kepribadian seseorang
dalam mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar melakuakan tindakan
pencapaian tujuan bersama, sehingga dengan demikian yang bersangkutan
menjadi awal struktur dan pusat proses kelompok.
3. Miftah mendefinisikan kepemimpinan sebagai aktivitas untuk
mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka mau diarahkan untuk
mencapai tujuan tertentu.
4. Nawawi dan M. Martin mengartikan kepemimpinan sebagai kemampuan
menggerakkan atau memotivasi sejumlah orang agar secara serentak
melakukan kegiatan yang sama dan terarah pada pencapaian tujuannya.
B. Teori Kepemimpinan
1. Kreiner menyatakan bahwa leadership adalah proses mempengaruhi orang
lain yang mana seorang pemimpin mengajak anak buahnya secara sekarela
berpartisipasi guna mencapai tujuan organisasi.
2. Hersey menambahkan bahwa leadership adalah usaha untuk mempengaruhi
individual lain atau kelompok. Seorang pemimpin harus memadukan unsur
kekuatan diri, wewenang yang dimiliki, ciri kepribadian dan kemampuan
sosial untuk bisa mempengaruhi perilaku orang lain.
3. Genetic Theory
Pemimpin adalah dilahirkan dengan membawa sifat-sifat kepemimpinan dan
tidak perlu belajar lagi. Sifat utama seorang pemimpin diperoleh secara
genetik dari orang tuanya.
4. Traits theory.
Teori ini menyatakan bahwa efektivitas kepemimpinan tergantung pada
karakter pemimpinnya. Sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian,
keunggulan fisik, dan kemampuan sosial. Karakter yang harus dimiliki
seseorang manurut judith R. Gordon mencakup kemampuan istimewa dalam:
Kemampuan Intelektual
Kematangan Pribadi
Pendidikan
Statuts Sosial Ekonomi
Human Relation
Motivasi Intrinsik
Dorongan untuk maju
5. Ronggowarsito menyebutkan seorang pemimpin harus memiliki astabrata,
yakni delapan sifat unggul yang dikaitkan dengan sifat alam seperti
tanah, api, angin, angkasa, bulan, matahari, bintang.
6. Behavioral Theory
Karena ketyerbatasan peramalan efektivitas kepemimpinan melalui trait,
para peneliti mulai mengembangkan pemikiran untuk meneliti perilaku
pemimpin sebagai cara untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan.
Konsepnya beralih dari siapa yang memiliki memimpin ke bagaimana
perilaku seorang untuk memimpin secara efektif.
7. Authoritarian, Democratic & Laissez Faire
Penelitian ini dilakukan oleh Lewin, White & Lippit pada tahun 1930
an. Mereka mengemukakan 3 tipe perilaku pemimpin, yaitu authoritarian
yang menerapkan kepemimpinan otoriter, democratic yang mengikut sertakan
bawahannya dan Laissez - Faire yang menyerahkan kekuasaannya pada
bawahannya.
8. Continuum of Leadership behavior.
Robert Tannenbaum dan Warren H Schmidt memperkenalkan continnum of
leadership yang menjelaskan pembagian kekuasaan pemimpin dan bawahannya.
Continuum membagi 7 daerah mulai dari otoriter sd laissez - faire
dengan titik dengan demokratis.
9. Teori Employee Oriented and Task Oriented Leadership - Leadership style matrix.
Konsep ini membahas dua orientasi kepemimpinan yaitu
Kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan dimana perilaku
pemimpinnya dalam penyelesaiannya tugasnya memberikan tugas, mengatur
pelaksanaan, mengawasi dan mengevaluasi kinerja bawahan sebagai hasil
pelaksanaan tugas.
Kepemimpinan yang berorientasi pada pegawai akan ditandai dengan
perilaku pemimpinnya yang memandang penting hubungan baik dan manusiawi
dengan bawahannya.
Pembahasan model ini dikembangkan oleh ahli psikologi industri dari Ohio
State University dan Universitas of Michigan. Kelompok Ohio
mengungkapkan dua dimensi kepemimpinan, yaitu initiating structure yang
berorientasi pada tugas dan consideration yang berorientasi pada
manusia. Sedangkan kelompok Michigan memakai istilah job - centered dan
employee - centered.
10. The Managerial Grid
Teori ini diperkenalkan oleh Robert R.Blake dan Jane Srygley Mouton
dengan melakukan adaptasi dan pengembangan data penelitian kelompok Ohio
dan Michigan.
Blake & Mouton mengembangkan matriks yang memfokuskan pada penggambaran lima gaya kepemimpinan sesuai denan lokasinya.
Dari teori - teori diatas dapatlah disimpulkan bahwa behavioral theory memiliki karakteristik antara lain:
Kepemimpinan memiliki paling tidak dua dimensi yang lebih kompleks dibanding teori pendahulunya yaitu genetik dan trait.
Gaya kepemimpinan lebih fleksibel; pemimpin dapat mengganti atau
memodifikasi orientasi tugas atau pada manusianya sesuai kebutuhan.
Gaya kepemimpinan tidak gifted tetapi dapat dipelajari
Tidak ada satupun gaya yang paling benar, efektivitas kepemimpinan tergantung pada kebutuhan dan situasi.
Situational Leadership. Pengembangan teori ini merupakan penyempurnaan
dari kelemahan - kelemahan teori yang ada sebelumnya. Dasarnya adalah
teori contingensi dimana pemimpin efektif akan melakukan diagnose
situasi, memilih gaya kepemimpinan yang efektif dan menerapkan secara
tepat. Empat dimensi situasi secara dinamis akan memberikan pengaruh
terhadap kepemimpinan seseorang.
Kemampuan manajerial : kemampuan ini meliputi kemampuan sosial,
pengalaman, motivasi dan penelitian terhadap reward yang disediakan oleh
perusahaan.
Karakteristik pekerjaan : tugas yang penuh tantangan akan membuat
seseorang lebih bersemangat, tingkat kerjasama kelompok berpengaruh
efektivitas pemimpinnya.
Karakteristik organisasi : budaya organisasi, kebijakan, birokrasi
merupakan faktor yang berpengaruh pada efektivitas pemimpinnya.
Karakteristik pekerja : kepribadian, kebutuhan, ketrampilan, pengalaman bawahan akan berpengaruh pada gaya memimpinnya.
Fiedler Contingency model
Model ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif
tergantung pada situasi yang dihadapi dan perubahan gaya bukan merupakan
suatu hal yang sulit.
Fiedler memperkenalkan tiga variabel yaitu: task structure : keadaan
tugas yang dihadapi apakah structured task atau unstructured task leader
member relationship : hubungan antara pimpinan dengan bawahan, apakah
kuat (saling percaya, saling menghargai) atau lemah.
Position power : ukuran aktual seorang pemimpin, ada beberapa power yaitu:
o Legitimate power : adanya kekuatan legal pemimpin.
o Reward power : kekuatan yang berasal imbalan yang diberikan pimpinan.
o Coercive power : kekuatan pemimpin dalam memberikan ancaman.
o Expert power : kekuatan yang muncul karena keahlian pemimpinnya.
o Referent power : kekuatan yang muncul karena bawahan menyukai pemimpinnya.
o Information power : pemimpin mempunyai informasi yang lebih dari bawahannya.
Model kepemimpinan situasional 'Life Cycle' Harsey & Blanchard
mengembangkan model kepemimpinan situasional efektif dengan memadukan
tingkat kematangan anak buah dengan pola perilaku yang dimiliki
pimpinannya.
Ada 4 tingkat kematangan bawahan, yaitu:
1) M 1 : bawahan tidak mampu dan tidak mau atau tidak ada keyakinan.
2) M 2 : bawahan tidak mampu tetapi memiliki kemauan dan keyakinan bahwa ia bias.
3) M 3 : bawahan mampu tetapi tidak mempunyai kemauan dan tidak yakin.
4) M 4 : bawahan mampu dan memiliki kemauan dan keyakinan untuk menyelesaikan tugas.
Ada 4 gaya yang efektif untuk diterapkan yaitu:
1) Gaya 1 : telling, pemimpin memberi instruksi dan mengawasi pelaksanaan tugas dan kinerja anak buahnya.
2) Gaya 2 : selling, pemimpin menjelaskan keputusannya dan membuka kesempatan untuk bertanya bila kurang jelas.
3) Gaya 3 : participating, pemimpin memberikan kesempatan untuk menyampaikan ide - ide sebagai dasar pengambilan keputusan.
4) Gaya 4 : delegating, pemimpin melimpahkan keputusan dan pelaksanaan tugas kepada bawahannya.
Transformational Leadership Robert house menyampaikan teorinya bahwa
kepemimpinan yang efektif menggunakan dominasi, memiliki keyakinan diri,
mempengaruhi dan menampilkan moralitas tinggi untuk meningkatkan
karismatiknya. Dengan kharismanya pemimpin transformational akan
menantang bawahannya untuk melahirkan karya istimewa. Langkah yang
dilaksanakan pemimpin ini biasanya membicarakan dengan pengikutnya
bagaimana pentingnya kinerja mereka, bagaimana bangga dan yakinnya
mereka sebagai anggota kelompok, bagaimana istimewanya kelompok yang
akan menghasilkan karya luar biasa.
Teori X Dan Teori Y Dari McGregor
Douglas McGrogor mengemukakan strategi kepemimpinan efektif dengan
menggunakan konsep manajemen partisipasi. Konsep ini terkenal karena
menggunakan asumsi - asumsi sifat dasar manusia. Pemimpin yang menyukai
teori X cenderung menyukai bergaya kepemimpinan otoriter dan sebaiknya
seorang pemimpin yang menyukai teori Y lebih cenderung menyukai gaya
kepemimpinan demokratik.
Kisi - Kisi Manajerial Dari Blake Dan Mouton
Dua gaya manajemen ini mendasari dua pendekatan pada manajemen yang
efektif. Pada gambar dibawah menunjukkan jaringan (kisi - kisi) dimana
pada sumbu horizontal adalah perhatian terhadap produksi-produski sedang
pada sumbu vertical adalah perhatian terhadap orang (Karyawan).
Penelitian Di Universitas Ohio State Dan Michigan
Di universitas Ohio State, para peneliti mencoba mempelajari efektifitas
dari perilaku kepemimpinan untuk menentukan mana yang paling efektif
dari kedua pendekatan Situasional “Contingency” Pendekatan ini
menggambarkan tentang gaya kepemimpian yang tergantung pada faktor
situasi, karyawan, tugas, organisasi dan variabel lingkungan lainnya.
Mary Parker Follectt
Mary Parker Follectt mengatakan bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kepemimpinan yaitu:
a. Pemimpin
b. Bawahan
c. Situasi juga pemimpin harus berorientasi pada kelompok.
C. Macam Gaya Kepemimpinan
Tanpa kita sadari bahwa sebetulnya kita masing-masing akan menjadi
pemimpin, minimal akan menjadi pemimpin diri kita sendiri. Tapi
sebetulnya ada bemacam gaya kepemimpinan menurut pakarnya:
1. Gaya Kepemimpinan Autokratik
Gaya kepemimpinan autokratik dapat diterapkan dalam beberapa situasi.
Pemimpin autokratik dibutuhkan bagi staf baru, dalam situasi yang
kritis dan tidak ada waktu untuk menentukan keputusan kelompok. Pemimpin
autokratik bekerja denga sangat baik pada saat krisis dan dalam situasi
genting mereka telah memiliki reputasi untuk mampu menyelesaikan tugas
yang sulit. Adapun cirri – cirri dari gaya kepemimpinan ini adalah
sebagai berikut :
Tanpa musyawarah.
Tidak mau menerima saran dari bawahan.
Mementingkan diri sendiri dan kelompok.
Selalu memerintah.
Memberikan tugas mendadak.
Cenderung menyukai bawahan yang ABS (asal bapak senang).
Sikap keras terhadap bawahan.
Setiap keputusannya tidak dapat dibantah.
Kekuasaan mutlak di tangan pimpinan.
Hubungan dengan bawahan kurang serasi.
Bertindak sewenang – wenang.
Tanpa kenal ampun atas kesalahan bawahan.
Kurang mempercayai bawahan.
Kurang mendorong semangat kerja bawahan.
Kurang mawas diri.
Selalu tertutup.
Suka mengancam.
Kurang menghiraukan usulan bawahan.
Ada rasa bangga bila bawahannya takut.
Tidak suka bawahan pandai dan berkembang.
Kurang memiliki rasa kekeluargaan.
Sering marah-marah.
Senang sanjungan.
Kelebihan model kepemimpinan otoriter ini ada di pencapaian prestasinya.
Tidak ada satupun tembok yang mampu menghalangi langkah pemimpin ini.
Ketika dia memutuskan suatu tujuan, itu adalah harga mati, tidak ada
alasan, yang ada adalah hasil. Bagaimana caranya? Lakukan semua yang
bisa! Dunia memang berubah, hanya saja, dia bergerak lebih cepat!
Langkah - langkahnya penuh perhitungan dan sistematis.
Dingin dan sedikit kejam adalah kelemahan pemimpin dengan kepribadian
merah ini. Mereka sangat mementingkan tujuan sehingga tidak pernah
peduli dengan cara. Makan atau dimakan adalah prinsip hidupnya. Nah,
disinilah masalahnya. Semua orang adalah musuh, entah itu bawahannya
atau rekan kerjanya. Si otoriter ini kadang kala menekan bawahannya
supaya tidak menjadi ancaman, entah itu dengan kedisiplinan yang tidak
masuk akal atau dengan target yang tak mungkin dicapai.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya seorang pemimpin yang
menghargai karakteristik dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap anggota
organisasi. Pemimpin yang demokratis menggunakan kekuatan jabatan dan
kekuatan pribadi untuk menggali dan mengolah gagasan bawahan dan
memotivasi mereka untuk mencapai tujuan bersama. Gaya demokrasi
merupakan pendekatan yang berpusat pada orang dimana mengizinkan pekerja
lebih mengontrol dan berpartisipasi secara individual dalam pembuatan
keputusan. Penekanan gaya ini berada pada pengembangan tim dan keinginan
untuk berkolaborasi melalui upaya bersama dari semua anggota tim.
Pemimpin demokrasi berfungsi memfasilitasi pencapaian tujuan sambil
menekankan nilai dari masing - masing individu. Gaya ini tidak sesuai
pada tenaga yang masih baru yang membutuhkan banyak arahan.
Gaya kepeimpinan ini memiliki cirri – cirri seagai berikut :
Pendapatnya terfokus pada hasil musyawarah.
Tenggang rasa.
Memberi kesempatan pengembangan karier bawahan.
Selalu menerima kritik bawahan.
Menciptakan suasana kekeluargaan.
Mengetahui kekurangan dan kelebihan bawahan.
Komunikatif dengan bawahan.
Partisipasif dengan bawahan.
Tanggap terhadap situasi.
Kurang mementingkan diri sendiri.
Mawas diri.
Tidak bersikap menggurui.
Senang bawahan kreatif.
Menerima usulan atau pendapat bawahan.
Lapang dada.
Terbuka.
Mendorong bawahan untuk mencapai hasil yang baik.
Tidak sombong.
Menghargai pendapat bawahan.
Mau membimbing bawahan.
Mau bekerja sama dengan bawahan.
Tidak mudah putus asa.
Tujuannya dipahami bawahan.
Percaya pada bawahan.
Tidak berjarak dengan bawahan.
Adil dan bijaksana.
Suka rapat (musyawarah).
Mau mendelegasikan tugas kepada bawahan.
Pemaaf pada bawahan.
Selalu mendahulukan hal - hal yang penting.
3. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Menurut Suyanto (2009), kepemimpinan partisipatif merupakan gabungan
antara otokratik dan demokratik. Yaitu pimpinan menyampaikan hasil
analisis dari masalah dan mengusulkan tindakannya kepada bawahan. Untuk
itu staf diminta untuk saran dan kritik yang selanjutnya keputusan akhir
dilakukan bersama - sama. Dengan mempertimbangkan masukan tersebut,
pimpinan selanjutnya menetapkan keputusan final tentang apa yang harus
dilakukan bawahannya untuk memecahkan masalah yang ada.
Adapun ciri – ciri dari gaya kepemimpinan ini adalah sebagai berikut
Pemimpin bersikap pasif.
Semua tugas diberikan kepada bawahan.
Tidak tegas.
Kurang memperhatikan kekurangan dan kelebihan bawahan.
Percaya kepada bawahan.
Pelaksanaan pekerjaan tidak terkendali.
Mudah dibohongi bawahan.
Kurang kreatif.
Kurang mawas diri.
Perencanaan dan tujuannya kurang jelas.
Kurang memberikan dorongan pada bawahan.
Banyak bawahan merasa dirinya sebagai orang yang berkuasa.
Kurang punya rasa tanggung jawab.
Kurang berwibawa.
Menjunjung tinggi hak asasi.
Menghargai pendapat bawahan (orang lain).
Kurang bermusyawarah.
4. Gaya Kepemimpinan Laisses Faire
Kepemimpinan dengan gaya seperti ini seringkali mengacu pada istilah
“gaya bebas” atau kepemimpinan permisif. Tipe ini melepaskan sepenuhnya
kendali dan memilih untuk menghindari tanggung jawab dengan melimpahkan
seluruh pengambilan keputusan pada kelompok. Gaya kepemimpinan laisses
faire dapat diartikan sebagai gaya “membiarkan” bawahan melakukan
sendiri apa yang ingin dilakukannya. Dalam hal ini, pemimpin melepaskan
tanggung jawabnya, meninggalkan bawahan tanpa arah, supervisi atau
koordinasi sehingga terpaksa mereka merencanakan, melakukan dan menilai
pekerjaan yang menurut mereka tepat.
Ciri – ciri dari gaya kepemimpinan ini adalah sebagai berikut :
Supel atau luwes.
Berwawasan luas
Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan
Mampu menggerakkan bawahan
Bersikap keras pada saat-saat tertentu
Berprinsip dan konsisten terhadap suatu masalah
Mempunyai tujuan yang jelas
Bersikap terbuka bila menyangkut bawahan
Mau membantu memecahkan permasalahan bawahan
Mengutamakan suasana kekeluargaan
Berkomunikasi dengan baik
Mengutamakan produktivitas kerja
Bertanggung jawab
Mau memberikan tanggung jawab pada bawahan
Memberi kesempatan pada bawahan untuk mengutarakan pendapat pada saat-saat tertentu
Melakukan atau mengutamakan pengawasan melekat
Mengetahui kelemahan dan kelebihan bawahan
Mengutamakan kepentingan bersama,
Bersikap tegas dalam situasi dan kondisi tertentu
Mau menerima saran dan kritik dari bawahan
Berdasarkan gaya kepemimpinan di atas, telah dijelaskan ciri – ciri dari
masing – masing gaya kepemimpinan maka, gaya kepemimpinan yang tepat
yang digunakan pada tempat kerja kami, cenderung mengarah pada gaya
kepemimpinan otoriter, dimana kebijakan – kebijakan yang berlaku di
tempat tersebut bukan di peroleh dari aspirasi anggota organisasi
tersebut, melainkan terbentuk dari masalah – masalah yang terjadi di
lingkungan organisasi tersebut, sehingga lebih menunjukkan keotoriteran
seorang pemimpin yang menjalakan kebijakan bersifat paksaan (otoriter)
dimana aturan tersebut adalah harus di patuhi dan bila ada aturan yang
terabaikan / dilanggar, tidak ada kebijakan – kebijakan agar bias
terbebas dari sanksi atas pelanggaran tersebut. Selain hal tersebut,
struktur kepemimpinan dipilih buakn berdasarkan kesepakatan bersama,
melainkan dipilih oleh pemimpi walaupun dipilih berdasarkan prestasi
kerja namun lebih cenderung mengutamakan pilihan pribadi sang pemimpin.
Namun gaya kepemimpinan ini sangat baik digunakan pada organisasi
seperti keperawatan guna meningkatkan mutu dan kwalitas pelayanan pada
lembaga yang dinaungi oleh organisasi tersebut, walau sedikit merugikan
bagi anggota organisasinya namun sangat baik pegaruhnya terhadap visi
dan misi organisasi tersebut.
D. Tipologi Kepemimpinan
Tipologi Kepemimpinan Berdasarkan Kondisi Sosio Psikologis. Kondisi
sosio - psikologis adalah semua kondisi eksternal dan internal yang ada
pada saat pemunculan seorang pemimpin. Dari sisi kondisi sosio -
psikologis pemimpin dapat dikelompokkan menjadi pemimpin kelompok
(leaders of crowds), pemimpin siswa / mahasiswa (student leaders),
pemimpin publik (public leaders), dan pemimpin perempuan (women
leaders). Masing - masing tipe pemimpin tersebut masih bisa dibuat sub -
tipenya. Sub - tipe pemimpin kelompok adalah: crowd compeller, crowd
exponent, dan crowd representative. Sub-tipe pemimpin siswa/mahasiswa
adalah: the explorer president, the take charge president, the
organization president, dan the moderators. Sub - tipe pemimpin publik
ada beberapa, yaitu:
1. Menurut Pluto: timocratic, plutocratic, dan tyrannical.
2. Menurut Bell, dkk: formal leader, reputational leader, social leader, dan influential leader
3. Menurut J.M. Burns, ada pemimpin legislatif yang : ideologues, tribunes, careerist, dan parliementarians.
4. Menurut Kincheloe, Nabi atau Rasul juga termasuk pemimpin publik,
yang memiliki kemampuan yang sangat menonjol yang membedakannya dengan
pemimpin bukan Nabi atau Rasul, yaitu dalam hal membangkitkan keyakinan
dan rasa hormat pengikutnya untuk dengan sangat antusias mengikuti
ajaran yang dibawanya dan meneladani semua sikap dan perilakunya.
Tipe pemimpin yang lain adalah pemimpin perempuan, yang oleh masyarakat dilekati 4 setereotip, yaitu sebagai:
1. Tipologi Kepemimpinan Berdasar Kepribadian
Tipologi kepemimpinan berdasar kepribadian dapat dikelompokkan ke dalam
dua kelompok besar, yaitu tipologi Myers - Briggs dan tipologi berdasar
skala CPI (California Personality Inventory). Myers - Briggs
mengelompokkan tipe- tipe kepribadian berdasar konsep psikoanalisa yang
dikembangkan oleh Jung yaitu: extrovert - introvert, sensing -
intuitive, thinking - feeling, judging - perceiving. Tipe kepribadian
ini kemudian dia teliti pada manajer Amerika Serikat dan diperoleh tipe
pemimpin berdasar kepribadian sebagai berikut: ISTJ: introvert - sensing
- thinking – judging ESTJ: extrovert - sensing - thinking – judging
ENTJ: extrovert - intuitive - thinking – judging
INTJ:introvert - intuitive - thinking – judging
Kemudian dengan menggunakan tipe kepribadian yang disusun berdasar
konsep psikoanalisa Jung, Delunas melakukan penelitian terhadap para
manajer dan ekesekutif negara bagian, dan mengelompokkan tipe pemimpin
berdasar kepribadian sebagai berikut:
Sensors – perceivers
Sensors – judgers
Intuitive – thinkers
Intuitive – feelers
Tipologi kepribadian yang lain adalah sebagaimana yang disusun dengan
menggunakan skala CPI (California Personality Invetory) yang
mengelompokkan tipe pemimpin menjadi: leader, innovator, saint, dan
artist.
2. Tipologi Kepemimpinan Berdasar Gaya Kepemimpinan
Ada empat kelompok tipologi kepemimpinan yang disusun berdasar gaya
kepemimpinan, yaitu tipologi Blake - Mouton, tipologi Reddin, tipologi
Bradford - Cohen, dan tipologi Leavitt. Menurut Blake - Mouton tipe
pemimpin dapat dibagi ke dalam tipe:
a. Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Rendah, Orientasi Tugasnya Ekstrim Tinggi
b. Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Tinggi, Orientasi Tugasnya Ekstrim Rendah.
c. Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Rendah, Orientasi Tugasnya Ekstrim Rendah.
d. Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Moderat, Orientasi Tugasnya Moderat.
e. Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Tinggi, Orientasi Tugasnya Ekstrim Tinggi.
Kemudian Reddin melakukan pengembangan lanjut atas tipologi ini, dan
menemukan tipe pemimpin sebagai berikut: deserter, missionary,
compromiser, bureaucrat, benevolent autocrat, developer, dan executive.
Sementara Bradford dan Cohen membagi tipe pemimpin menjadi: technician,
conductor, dan developer. Tipologi kepemimpinan yang dikembangkan oleh
Leavitt membagi tipe pemimpin menjadi: pathfinders, problem solvers, dan
implementers.
3. Tipologi Kepemimpinan Berdasar Peran Fungsi dan Perilaku
Tipologi pemimpin berdasar fungsi, peran, dan perilaku pemimpin adalah
tipologi pemimpn yang disusun dengan titik tolak interaksi personal yang
ada dalam kelompok . Tipe - tipe pemimpin dalam tipologi ini dapat
dikelompokkan dalam kelompok tipe berdasar fungsi, berdasar peran, dan
berdasar perilaku yang ditunjukkan oleh pemimpin. Berdasar perilakunya,
tipe pemimpin dikelompokkan dalam kelompok tipe pemimpin yang
dikemukakan oleh: Cattell dan Stice; S. Levine; Clarke; Komaki, Zlotnik
dan Jensen. Berdasar fungsinya, tipe pemimpin dapat dikelompokkan dalam
kelompok tipe pemimpin yang dikemukakan oleh: Bales dan Slater; Roby;
Shutz; Cattell; Bowes dan Seashore. Berdasar perannya, tipe pemimpin
dapat dikelompokkan dalam kelompok tipe pemimpin yang dikemukakan oleh :
Benne dan Sheats; dan Mintzberg.
E. Peran - Peran Pemimpin
1. The Vision Role
Sebuah visi adalah pernyataan yang secara relatif mendeskripsikan
aspirasi atau arahan untuk masa depan organisasi. Dengan kata lain
sebuah pernyataan visi harus dapat menarik perhatian tetapi tidak
menimbulkan salah pemikiran.
Agar visi sesuai dengan tujuan organisasi di masa mendatang, para
pemimpin harus menyusun dan manafsirkan tujuan-tujuan bagi individu dan
unit-unit kerja.
Peran Pemimpin dalam Pengendalian dan Hubungan Organisasional
Tindakan manajemen para pemimpin organisasi dalam mengendalikan organisasi meliputi:
a. Mengelola harta milik atau aset organisasi.
b. Mengendalikan kualitas kepemimpinan dan kinerja organisasi.
c. Menumbuhkembangkan serta mengendalikan situasi maupun kondisi
kondusif yang berkenaan dengan keberadaan hubungan dalam organisasi.
Dan peran pengendalian serta pemelihara / pengendali hubungan dalam
organisasi merupakan pekerjaan kepemimpinan yang berat bagi pemimpin.
Oleh sebab itu diperlukan pengetahuan, seni dan keahlian untuk
melaksanakan kepemimpinan yang efektif.
Ruang lingkup peran pengendali organiasasi yang melekat pada pemimpin
meliputi pengendalian pada perumusan pendefinisian masalah dan
pemecahannya, pengendalian pendelegasian wewenang, pengendalian uraian
kerja dan manajemen konflik.
Ruang lingkup peran hubungan yang melekat pada pemimpin meliputi peran
pemimpin dalam pembentukan dan pembinaan tim-tim kerja; pengelolaan tata
kepegawaian yang berguna untuk pencapaian tujuan organisasi; pembukaan,
pembinaan dan pengendalian hubungan eksternal dan internal organisasi
serta perwakilan bagi organisasinya.
2. Peran Pembangkit Semangat
Salah satu peran kepemimpinan yang harus dijalankan oleh seorang
pemimpin adalah peran membangkitkan semangat kerja. Peran ini dapat
dijalankan dengan cara memberikan pujian dan dukungan. Pujian dapat
diberikan dalam bentuk penghargaan dan insentif. Penghargaan adalah
bentuk pujian yang tidak berbentuk uang, sementara insentif adalah
pujian yang berbentuk uang atau benda yang dapat kuantifikasi. Pemberian
insentif hendaknya didasarkan pada aturan yang sudah disepakati bersama
dan transparan. Insentif akan efektif dalam peningkatan semangat kerja
jika diberikan secara tepat, artinya sesuai dengan tingkat kebutuhan
karyawan yang diberi insentif, dan disampaikan oleh pimpinan tertinggi
dalam organisasi , serta diberikan dalam suatu ‘event’ khusus.
Peran membangkitkan semangat kerja dalam bentuk memberikan dukungan,
bisa dilakukan melalui kata-kata , baik langsung maupun tidak langsung,
dalam kalimat-kalimat yang sugestif. Dukungan juga dapat diberikan dalam
bentuk peningkatan atau penambahan sarana kerja, penambahan staf yag
berkualitas, perbaikan lingkungan kerja, dan semacamnya.
3. Peran Menyampaikan Informasi
Informasi merupakan jantung kualitas perusahaan atau organisasi; artinya
walaupun produk dan layanan purna jual perusahaan tersebut bagus,
tetapi jika komunikasi internal dan eksternalnya tidak bagus, maka
perusahaan itu tidak akan bertahan lama karena tidak akan dikenal
masyarakat dan koordinasi kerja di dalamnya jelek. Penyampaian atau
penyebaran informasi harus dirancang sedemikian rupa sehingga informasi
benar-benar sampai kepada komunikan yang dituju dan memberikan manfaat
yang diharapkan. Informasi yang disebarkan harus secara terus-menerus
dimonitor agar diketahui dampak internal maupun eksternalnya. Monitoring
tidak dapat dilakukan asal-asalan saja, tetapi harus betul-betul
dirancang secara efektif dan sistemik. Selain itu, seorang pemimpin juga
harus menjalankan peran consulting baik ke ligkungan internal
organisasi maupun ke luar organisasi secara baik, sehingga tercipta
budaya organisasi yang baik pula. Sebagai orang yang berada di puncak
dan dipandang memiliki pengetahuan yang lebih baik dibanding yang
dipimpin, seorang pemimpin juga harus mampu memberikan bimbingan yang
tepat dan simpatik kepada bawahannya yang mengalami masalah dalam
melaksanakan pekerjaannya.
F. Pemimpin Yang Efektif Pada Era Globalisasi
Fisk Mastal, menemukan beberapa hal yang perlu dimiliki dan
diselesaiakan oleh perawat pemimpin (CNO: Chief Nursing Officer) adalah:
1. Leadership (kepemimpinan)
2. Peningkatan Inisiatif Sumber daya, seperti meningkatkan program
orientasi, mentoring, dukungan pendidikan berkelanjutan,beasiswa.
3. Staffing, seperti meningkatkan jumlah perawat dibandingkan jumlah pasien.
4. Pendanaan, seperti peningkatan jumlah gaji perawat, gaji diluar shifi, dan kerjasama pendanaan pendidikan ahli.
5. Likngkungan kerja, seperti memperbaiki lingkungan kerja perawat dan menghilangkan pekerjaan diluar pekerjaan perawat.
6. Penjadwalan kerja, seperti penjadwalan kerja yang fleksibel.
Hal diatas menunjukkan kriteria yang harus dihadapi oleh seorang perawat
jika ingin menjadi pemimpin yang baik bagi pengikutnya. Dalam sebuah
studi pustaka yang dilakukan oleh Dr. Harvath seorang praktisi ahli
keperawatan gerontik, seorang professor dan direktur dari school of
nursing, Oregon health and science university pada tahun 2007 bersama
dengan rekan-rekanya menyatakan bahwa dalam kepemimpinan di masa depan,
setiap perawat perlu mendapatkan pelatihan kepemimpinan yang meliputi 4
dimensi yaitu:
1. Interpersonal skill, meliputi komunikasi, motivasi dan inspirasi, resolusi konflik.
2. Clinical skill, meliputi penggunaan aplikasi praktek terbaik, pemahaman riset, dan person-centered care.
3. Organization Skill, meliputi strategic planning and visioning, change theory.
4. Management Skill, meliputi regulatory compliance, financial and budgetary planning, employee supervision and mentoring.
Agustyan (2006), mangatakan Pemimpin sejati adalah seorang yang selalu
mencintai dan memberi perhatian kepada orang lain, sehingga ia dicintai
memiliki intregitas yang kuat, sehingga ia dipercaya oleh pengikutnya.
Selalu membimbing dan mengajari pengikutnya.
Memiliki kepribadian yang kuat dan konsisten. Dan yang terpenting adalah
memimpin berlandaskan suara hati yang fitrah. Sangatlah penting di saat
globalisasi memasuki ranah dunia keperawatan lahir pemimpin-pemimpin
dari profesi perawat. Para pemimpin inilah yang akan perjuangkan
tema-teman sejawat dan seprofesi. Jika pemimpin-pemimpin nasional
berasal dari satu profesi maka perjuangan dalam memperbaiki kualitas
pelayanan melalui pembentukan kebijakan-kebijakan yang diambil lewat
birokrasi nasional akan semakin mudah tercapai. Arus globalisasi tidak
akan memberikan kesempatan bagi mereka yang lemah. Termasuk juga profesi
- profesi yang lemah yang membutuhkan pengakuan dan dukungan dari para
pemimpin nasional. Hal yang disampaikan oleh Agustyan mewakili sifat -
sifat pemimpin yang dibutuhkan pada masa globalisasi.
G. Perkembangan Tentang Kepemimpinan
1. Kepemimpinan Perempuan
Perubahan lingkungan dan pergeseran budaya telah mempengaruhi dinamika
kepemimpinan perempuan. Pada umumnya pemimpin perempuan cenderung
diberikan porsi pada organisasi perempuan dan sosial. Namun dengan
adanya globalisasi telah merubah paradigma kepemimpinan ke arah
pertimbangan core competence yang dapat berdaya saing di pasar global,
oleh sebab itu banyak organisasi berkaliber dunia yang memberikan
kesempatan bagi perempuan yang mampu dan memenuhi persyaratan
kepemimpinan sesuai situasi dan kondisi sekarang ini.
Hambatan bagi kepemimpinan perempuan lebih banyak akibat adanya
stereotipe negatif tentang kepemimpinan perempuan serta dari mental
(perempuan) yang bersangkutan. Stereotipe-stereotipe tersebut muncul
sebagai akibat dari pemikiran individu dan kolektif yang berasal dari
latar belakang sosial budaya dan karakteristik pemahaman masyarakat
terhadap gender serta tingkat pembangunan suatu negara atau wilayah.
Dari hasil temuan, ternyata tidak ditemukan adanya perbedaan antara gaya
kepemimpinan perempuan dengan laki-laki, walaupun ada sedikit perbedaan
potensi kepemimpinan perempuan dan laki-laki, di mana keunggulan dan
kelemahan potensi kepemimpinan perempuan dan laki-laki merupakan hal
yang saling mengisi. Begitu juga dengan karakteristik kepemimpinan
perempuan dan laki-laki dapat disinergikan menjadi kekuatan yang
harmonis bagi organisasi yang bersangkutan.
Untuk menduduki posisi kepemimpinan dalan organisasi di era global,
perempuan perlu meningkatkan ESQ dan memperkaya karakteristik
kepemimpinannya dengan komponen-komponen, antara lain pembangunan
mental, ketangguhan pribadi dan ketangguhan sosial serta menutupi
agresivitasnya menjadi ketegasan sikap, inisiatif, dan percaya diri akan
kompetensinya.
2. Kepemimpinan dalam Beragam Budaya dan Negara
Namun demikian, terdapat dimensi kepemimpinan yang secara universal
relatif sama yaitu setiap pemimpin diharapkan mampu proaktif dan tidak
otoriter. Di samping itu, terdapat pula beberapa variasi sikap dan
perilaku pemimpin di dalam kelompok budaya dan di dalam Negara pada
berbagai budaya atau Negara. Demikian pula terdapat perbedaan sikap dan
perilaku pemimpin pada Negara- Negara yang menganut system nilai
berbeda.
Kepemimpinan Visioner : Seorang pemimpin visioner harus bisa menjadi penentu arah, agen perubahan, juru bicara dan pelatih.
Oleh karena itu seorang pemimpin visioner harus: menyusun arah dan
secara personal sepakat untuk menyebarkan kepemimpinan visioner ke
seluruh organisasi, memberdayakan para karyawan dalam bertindak untuk
mendengar dan mengawasi umpan balik, selalu memfokuskan perhatian dalam
membentuk organisasi mencapai potensi terbesarnya.
H. Aplikasi Kepemimpinan Dalam Organisasi
1. Kepemimpinan, Organisasi dan Perubahan Lingkungan
Ada tiga jenis perubahan yaitu :
o Perubahan rutin
o Perubahan pengembangan
o Inovasi.
Mengelola perubahan adalah hal yang sulit. Ukuran kapasitas kepemimpinan
seseorang salah satu diantaranya adalah kemampuannya dalam mengelola
perubahan. Kemampuan ini penting sebab pada masa kini pemimpin, akan
selalu dihadapkan pada perubahan - perubahan, sehingga pemimpin dituntut
untuk mampu menyesuaikan dengan perubahan lingkungan. Pemimpin yang
kuat bahkan mampu mempelopori perubahan lingkungan.
Ada empat tahap yang harus dilakukan agar pemimpin dapat mengelola
perubahan lingkungan. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi perubahan
b. Menilai posisi organisasi
c. Merencanakan dan melaksanakan perubahan
d. Melakukan evaluasi.
Untuk memperoleh hasil yang diharapkan maka keempat langkah tersebut perlu dilakukan secara berurutan dan berkesinambungan.
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
Tugas utama seorang pemimpin adalah mengajak orang untuk menyumbangkan
bakatnya secara senang hati dan bersemangat untuk kepentingan
organisasi. Dengan demikian pemimpin atau manajer harus mengarahkan
perilaku para anggota organisasi agar tujuan organisasi dapat tercapai.
Para pemimpin perlu membentuk, mengelola, meningkatkan, dan mengubah
budaya kerja organisasi. Untuk melaksanakan tugas tersebut, manajer
perlu menggunakan kemampuannya dalam membaca kondisi lingkungan
organisasi, menetapkan strategi organisasi, memilih teknologi yang
tepat, menetapkan struktur organisasi yang sesuai, sistem imbalan dan
hukuman, sistem pengelolaan sumberdaya manusia, sistem dan prosedur
kerja, dan komunikasi serta motivasi.
Salah satu cara mengembangkan budaya adalah dengan menetapkan visi yang
jelas dan langkah yang strategis, mengembangkan alat ukur kinerja yang
jelas, menindaklanjuti tujuan yang telah dicapai, menetapkan sistem
imbalan yang adil, menciptakan iklim kerja yang lebih terbuka dan
transparan, mengurangi permainan politik dalam organisasi, dan
mengembangkan semangat kerja tim melalui pengembangan nilai-nilai inti.
Kepemimpinan dan Inovasi
Inovasi berbeda dengan kreativitas. Kreativitas lebih berfokus pada
penciptaan ide sedangkan inovasi berfokus pada bagaimana mewujudkan ide.
Karena inovasi adalah proses mewujudkan ide, maka diperlukan dukungan
dari faktor-faktor organisasional dan leaderships.
Dalam membahas inovasi paling tidak ada duabelas tema umum yang
berkaitan dengan pembahasan tentang inovasi yaitu kreativitas dan
inovasi, karakteristik umum orang-orang kreatif, belajar atau bakat,
motivasi, hambatan untuk kreatif dan budaya organisasi, struktur
organisasi, struktur kelompok, peranan pengetahuan, kreativitas radikal
atau inkrimental, struktur dan tujuan,proses, dan penilaian. Kemampuan
organisasi dalam mengelola keduabelas tema tersebut akan menentukan
keberhasilannya dalam melakukan inovasi.
Inovasi berkaitan erat dengan proses penciptaan pengetahuan. Proses
penciptaan pengetahuan dilakukan dengan melakukan observasi atas
kejadian, mengolahnya menjadi data, lalu data dijadikan informasi, dan
informasi diberikan konteks sehingga menjadi pengetahuan. Pengetahuan
inilah yang oleh pemimpin dijadikan arah atau bekal untuk melakukan
inovasi. Organisasi yang mampu secara terus menerus melakukan penciptaan
pengetahuan disebut sebagai learning organization.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab di atas yang membahas tentang
“Kepemimpinan” secara umum dan “Gaya Kepemimpinan” secara khususnya,
maka dapat kami simpulkan bahwa : Kepemimpinan didefinisikan sebagai
kemampuan untuk mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan suatu
tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan
tertentu pada situasi tertentu yang memiliki susunan dalam organisasi
tersebut yang terdiri dari pimpinan dan anggota / awahan.
Sehubungan dengan gaya kepemimpinan, menurut para ahli membagi dalam
berbagai gaya kepemimpinan yang diantaranya adalah sebagai erikut :
1. Gaya Kepemimpinan Autokratik
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis
3. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
4. Gaya Kepemimpinan Laisses Faire
Dari keempat gaya kepemimpinan di atas, gaya kepemimpinan yang kami
jumpai dalam tempat kerja yaitu gaya kepemimpinan autokratik dimana
pemimpinnya bersifat otoriter, untuk mencapai visi dan misi dari
organisasi cenderung melaksanakan kebijakan yang bersifat paksaan. Namun
hal tersebut juga sangat baik jika diterapkan pada organisasi yang
menaungi tempat kerja kami yaitu yang bergerak dalam pelayanan
kesehatan, dimana dalam penentuan keputusan harus cepat dan tepat.
B. Saran
Berdasarkan penjelasan mengenai kepemimpinan secara umum, kami selaku
penulis menyarankan kepada pembaca agar pemaparan dalam makalah ini
dapat digunakan sebagai landasan dalam menjalankan suatu organisasi,
dengan melihat sisi kebaikan dan keburukan terutama pada gaya
kepemimpinan, seaiknya penerapan gaya kepemimpinan dalam suatu
organisasi dilakukan berdasarkan tuntutan organisasi tersebut, serta di
sesuaikan dengan keadaan lingkungan organisasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
http://all-about-trick.blogspot.com
http://organisasi.org/jenis_dan_macam_gaya_kepemimpinan
http://www.rachmansyah.web.id/blog1.php/2009/06/16/gaya-kepemimpinan
http://www.wawan-junaidi.blogspot.com/.../gaya-kepemimpinan.html
http://www.wapannuri.com/a.kepemimpinan/kepemimpinan_efektif.html
http://community.siutao.com/showthread.php/1684-Leadership-Teori Kepemimpinan
http://www.askep-askeb.cz.cc/2010/02/kepemimpinan-dalam-keperawatan.html
http://www.scribd.com/doc/15885060/Teori-Kepemimpinan